Pembuktian dalam Hukum Pidana

Gambar

Pembuktian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di Indonesia adalah proses yang sangat penting untuk menentukan kebenaran dalam perkara pidana. Pembuktian merupakan usaha untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran suatu peristiwa yang diajukan di persidangan. Yang mana pembuktian tersebut bertujuan untuk membantu hakim dalam menemukan kebenaran materiil sehingga dapat memutus perkara secara adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Beban Pembuktian terletak pada penyidik dan penuntut, yang harus membuktikan kesalahan terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 66 KUHAP “Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.” Asas Presumption of Innocence, yang mana terdakwa dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Alat bukti yang sah menurut KUHAP diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu:

1.Keterangan Saksi

Orang yang memberikan keterangan di sidang tentang suatu peristiwa yang ia lihat sendiri, dengar sendiri, atau alami sendiri.

2. Keterangan Ahli

Pendapat seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana.

3. Surat

Dokumen yang memuat keterangan tentang suatu peristiwa yang dapat membuktikan suatu perbuatan pidana, seperti akta otentik, surat di bawah tangan, dan surat lainnya.

4. Petunjuk

Sikap, tingkah laku, atau perbuatan terdakwa yang sesuai dengan perbuatan pidana yang dituduhkan.

5. Keterangan Terdakwa

Keterangan yang diberikan oleh terdakwa di persidangan mengenai perbuatan pidana yang dilakukannya atau yang ia ketahui sendiri.

Alat bukti diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dan pihak terdakwa dalam persidangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang kemudian Hakim memeriksa dan menilai alat bukti yang diajukan berdasarkan relevansi, keabsahan, dan kekuatannya.

Hakim memiliki kebebasan untuk menilai kekuatan pembuktian dari setiap alat bukti yang diajukan, sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Artinya bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali jika dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Hakim harus mempertimbangkan seluruh alat bukti yang diajukan sebelum memutuskan perkara.

Kekuatan pembuktian dari keterangan saksi haruslah disertai dengan alat bukti lain dan tidak boleh berdiri sendiri. “Unus testis nullus testis” (satu saksi bukan saksi).

Keterangan ahli digunakan sebagai pelengkap keterangan saksi dan surat, yang mana keahliannya seseorang yang dihadirkan untuk memberikan pendapatnya atas suatu tindak pidana.

Dokumen otentik memiliki kekuatan pembuktian penuh kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Apabila tidak ada bukti lain atau bukti sebaliknya maka dokumen tersebut harus diterima kebenarannya dari bukti tersebut.

Petunjuk diperoleh dari keterangan saksi, surat, atau keterangan terdakwa yang diperiksa secara sah. Pasal 188 KUHAP telah menyebutkan bahwa: “(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”

Hak-hak terdakwa dalam pembuktian :

  1. Hak untuk Diam: Terdakwa memiliki hak untuk tidak memberikan keterangan.
  2. Hak untuk Membela Diri: Terdakwa berhak untuk memberikan keterangan, menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan, serta menghadirkan alat bukti lain.
  3. Hak untuk Didampingi Pengacara: Terdakwa berhak untuk didampingi oleh penasihat hukum selama proses persidangan.

Prinsip-Prinsip dalam Pembuktian

  1. Legalitas: Alat bukti harus diperoleh secara sah menurut hukum.
  2. Relevansi: Alat bukti harus relevan dan berkaitan langsung dengan perkara yang sedang diperiksa.
  3. Proportionality: Kekuatan alat bukti harus sebanding dengan tuduhan yang diajukan.

Pembuktian dalam hukum acara pidana bertujuan untuk memastikan bahwa putusan yang diambil oleh hakim berdasarkan fakta-fakta yang terbukti secara sah dan meyakinkan. Penggunaan alat bukti yang sah dan prosedur pembuktian yang benar merupakan kunci untuk mencapai keadilan dalam proses peradilan pidana. Hakim harus memutuskan perkara berdasarkan keyakinan yang diperoleh dari alat bukti yang sah dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *